« c h y n t i a «
Sorotan lampu taman yang mulai redup menyinari wajahnya yang tak teramat asing bagiku. Aku selalu melihatnya duduk termenung di kursi taman itu. Selalu sama setiap harinya. Tak ada yang berbeda dari nya hari demi hari, pekan demi pekan. Ia selalu hadir di tiap malam dengan baju putihnya itu. Tak ada babysister apalagi orangtua yang menemaninya duduk di taman itu. Ia selalu sendirian. Hanya boneka kelinci kecil berwarna coklat yang menemaninya duduk di bangku itu.
Aku selalu bertanya. Untuk apa anak kecil seumurannya datang ke taman itu tiap malam dan hampir setiap hari?. Mengapa tak ada orang dewasa yang menemani anak kecil itu?. Kenapa dia selalu duduk termenung di bangku taman itu?. Apa maksud semua ini?
Pertanyaan itu selalu terbayang di pikiranku. Sampai saat ini pun aku bingung dengan semua yang terjadi tiap malamnya. Seorang gadis kecil nan cantik yang selalu duduk termenung di pojok taman dengan hanya ditemani sebuah boneka kecil dan lampu taman. Bahkan, sampai sekarang aku tak tahu siapa namanya.
Sesekali, aku mencoba menghampirinya. Tapi, dia selalu pergi dan tiap kali aku membuntutinya, aku selalu kehilangan jejaknya. Suatu malam, aku berhasil duduk di sebelahnya. Melihat keadaan dia dengan sangat dekat. Wajah cantik itu menoleh ke arahku dan tersenyum dengan sangat manisnya. Aku membalas senyuman cantiknya gadis kecil itu dengan sedikit canggung dan takut.
Suaranya yang lembut menyambutku dengan hangatnya. " hai kak, ayo ikut aku!". Aku sempat tertegun untuk beberapa saat. Gadis kecil itu menggandeng tanganku dengan tangan mungilnya yang terasa dingin di kulitku. Ia mengajak ku keluar dari taman itu. Tak ada aksi yang bisa kulakukan, selain mengikuti kemana arah tanganku ditarik. Cukup lama aku berjalan bersamanya.
Aku dan gadis kecil itu tiba di depan sebuah rumah yang sepertinya sangat kukenal. Aku mencoba mengingat rumah itu, tapi tak dapat. Rumah kayu dengan arsitektur semi-tradisional dengan taman bunga nan cantik dan tertata rapi di depannya. Tidak luas, namun cukup membuat mata ku terasa segar, walau hanya ada sebuah lampu yang menyinari taman itu.
Saat gadis kecil membuka pagar rumah itu, seorang nenek dengan tatapan mata yang tajam keluar dari pintu itu, sambil menententeng lampu petromax di tangannya. Gadis kecil dan nenek itu mempersilahkan aku masuk ke dalam rumah kayu itu. Aku duduk di kursi bermotif dengan warna biru tua. Aku melihat banyak sekali lukisan-lukisan dan kaligrafi indah di dinding rumah itu. Dengan dihiasi cat putih dan lukisan lukisan itu, rumah kayu itu terlihat mewah.
" chyntiaa!" Teriak nenek tua dengan suara seraknya dari dapur
"Iya nek" jawab gadis kecil yang sedari tadi duduk di sampingku sambil mengajak boneka kecilnya berbicara dengannya. Ia bergegas menuju dapur. Saat itu, aku pikir salah satu pertanyaanku terjawab. Chyntia. Ya, itu dia nama gadis kecil itu.
Tak lama, ia kembali duduk di sampingku. Masih dengan boneka kecilnya. Wajahnya tertunduk malas. Seperti yang biasa ku lihat di taman. "Kak", panggil chyntia sambil mengangkat wajahnya dan mulai menatapku tajam. Aku menoleh dan menangkap tatapan matanya itu. Dia sangat aneh. Saat itu, secara tiba-tiba aku merasa takut dan ingin segera pulang ke rumah saja.
Aku meninggalkan chyntia yang masih duduk di sofa. Aku berniat mencari pintu supaya segera meninggalkan rumah kayu itu dengan dua orang yang tak aku kenal di dalamnya. Cukup lama aku mencari pintu itu. Tapi, tak kunjung aku menemukannya.
Hampir lima kali aku bertemu dengan kaligrafi berbentuk bunga itu. Sepertinya aku hanya berkeliling rumah ini sedaritadi. Tak ada pintu di sana. Aku mengarahkan pandanganku ke arah keduanya. Berniat ingin bertanya.
Dimana pintu keluarnya?, tanyaku pada chyntia dan nenek tua itu dengan suara yang bergetar ketakutan
Belum sempat chyntia menjawab pertanyaanku. Mulut kecilnya sudah terlanjur ditutup oleh tangan tua yang keriput itu. Nenek tua itu mengikat mulut chyntia menggunakan kain. Mataku menatap tajam nenek itu. Aku tak paham apa maksudnya. Nenek tua itu mendekat ke arah tempat ku berdiri saat ini. Ia meninggalkan chyntia di pojok ruangan itu dengan keadaan yang membuat ku ingin menolongnya. Tapi, aku tak bisa berbuat apa-apa.
Aku berusaha berlari menjauhi nenek tua itu. Tapi saat itu, aku merasa rumah itu sempit sekali. Aku tidak punya ruang untuk bersembunyi dari kejaran nenek tua itu. Ia semakin dekat denganku. Tak ada yang bisa kulakukan saat itu. Nenek tua itu menaruh tangannya yang keriput ke belakang tubuhnya yang sudah bongkok hendak mengambil sesuatu. Aku tak tahu apa yang ia ingin keluarkan. Benda yang cukup panjang dengan ujung runcing keluar dari belakang tubuhnya. Ia menaruh tatapan tajam dan senyum yang sangat menyeramkan ke arahku. Ia mulai mengarahkan benda itu ke arahku. Aku berhasil kabur.
Aku berlari sambil menangis dan tubuh yang gemetar dengan keringat yang bercucur. Kakiku tersandung sofa biru yang tadi aku duduki, dan tak sengaja aku menjatuhkan segelas susu yang mana sebenarnya dihidangkan untukku. Aku tak tahu apa yang harus aku lakukan untuk menyelamatkan hidupku saat itu. Aku merasa itulah akhir hidupku. Di rumah kayu itulah tempat terakhirku. Aku semakin pasrah. Aku terduduk di sudut ruangan rumah itu. Dekat sofa biru.
Nenek tua itu semakin dekat denganku. Ia jalan dengan langkah yang sangat pendek. Namun, itu sudah membuatku gemetar ketakutan. Ia tetap membawa benda yang tadi diambilnya dari belakang tubuhnya itu. Ia terus mencoba mengarahkan benda itu ke arahku. Aku sudah pasrah. Aku tidak melakukan aksi apapun. Tidak melawannya. Sedikitpun.
Aku melihat chyntia di sebrang sudut rumah kayu itu. Mengangkat telunjuknya ke suatu arah. Mataku tertuju pada arah itu. Mata chyntia memberikanku sebuah jawaban. Aku rasa pintunya ada disana. Nenek itu semakin dekat denganku. Dengan tubuh yang gemetar dan sambil menghapus air mataku. Aku berusaha mencapai arah yang ditunjuk chyntia tadi. Sesaat sebelum benda itu sampai ke tubuhku. Aku berhasil menghindar. Berlari agar dapat tiba di arah yang ditunjukkan chyntia. Disana, aku melihat tatapan mata chyntia yang terlihat senang. Aku yakin itulah pintu keluarnya.
Tubuhku tergoyak. Kubuka pelan kedua mataku. Aku takut nenek tua itu lagi yang aku jumpai. Aku takut aku tak berhasil menyampai arah yang ditunjuk chyntia. Suara yang familier di telingaku, meyakinkanku untuk segera membuka mata. Mama. Yap, semalam hanya mimpi. Lega rasanya.
Pagi itu, aku harus bergegas untuk bersiap pergi ke rumah kakek. Jaraknya yang cukup jauh dari kediamanku membuatku menghabiskan banyak waktu di mobil. Mobil pribadi dipilih aku dan keluargaku untuk menjadi transportasi ke sana. Di sepanjang jalan. Aku melamun. Sambil melihat pepohonan yang seakan berkejaran, aku masih memikirkan mimpi ku semalam. Apa yang sebenarnya terjadi?. Apa maksud dari mimpi ini?.
Lama sekali aku di mobil itu, akhirnya aku sampai juga. Sebuah perkampungan yang sejuk dan terlihat hijau. Bunga-bunga bermekaran, menghidangkan aroma terbaiknya. Sambutan yang menarik. Tetapi,aku merasa aku tak terlalu asing dengan tempat ini. Aku merasa, aku pernah mengunjungi tempat ini sebelumnya. Ya. Persis di mimpi ku semalam. Aku berusaha mencari rumah kayu milik chyntia dan nenek tua itu, dengan maksud memastikan kebenarannya.
Benar saja. Rumah panggung dari kayu dengan taman hijau di depannya. Sama persis seperti yang aku lihat di mimpiku akhir-akhir ini. Aku membuka pintu gerbang yang berbunyi memekakkan telinga karena kurang oli. Aku melihat taman itu dengan cahaya yang amat redup, lebih redup daripada mimpi ku semalam. Terlihat lebih suram. Aku melihat ke arah pintu masuk rumah itu. Aku melihat nenek tua itu lagi. Berdiri dengan tubuhnya yang bungkuk dan tatapan matanya yang tajam ke arahku. Tanpa pikir panjang, aku segera berlari meninggalkan rumah kayu itu dan menghampiri keluargaku yang sudah ada di depan sejak tadi. Aku hanya tak mau kejadian di mimpi ku semalam menjadi kenyataan.
Setibanya di rumah kakek, aku dan keluarga berbincang-bincang. Karena jenuh, aku berkeliling rumah kakek. Dengan banyak pertanyaan di otak ku tentang mimpi ku tadi malam dan rumah kayu itu, aku menghampiri kakek yang sedang duduk. Bertanya perihal seorang gadis cilik dan nenek tua yang tinggal di rumah panggung kayu di ujung jalan sana.
rumah itu memang benar milik seorang gadis kecil yang cantik dan neneknya yang sudah tua. Menurut tetangga kakek, cucunya si nenek tua adalah anak baik, tetapi dua minggu yang lalu ia meninggal karena keracunan makanan. Tinggallah nenek tua itu sendiri di rumah. Karena merasa sebatang kara, ia memutuskan untuk menyusul cucunya. Nenek itu meninggal Kira-kira dua hari yang lalu., ucap kakek menjawab pertanyaanku.
siapa nama gadis kecil itu, kek?, tanyaku lagi penasaran
chyntia jawab kakek lagi
Mendengar jawaban kakek itu, aku kaget. Aku semakin bingung. Ada apa ini?. Aku berusaha untuk mencari topik lain. Karena aku sudah mulai merasa aneh dan takut. Suasana kembali cair. Kami kembali bersenda gurau. Berbincang-bincang satu sama lain. Melepas rindu
Walaupun masih banyak pertanyaan yang belum terjawab sampai saat ini. Aku berbincang dengan masih banyak tanda tanya yang menggelantung. Apa pesan yang ingin disampaikan mereka?, siapa mereka?, apa hubungannya denganku?.
Komentar
Posting Komentar